Malam menunjukkan pukul setengah sepluh malam ketika aku mulai melepas semua pakaianku dan menutup tirai shower. Kubasuh sekujur tubuhku mulai dari rambut sampai ujung kaki. Kubasuh rambutku dengan sampo dibawah shower yang mengalir deras, kemudian dilanjutkan dengan membasuh seluruh bagian dari tubuhku.
Hawa kota srabi sangat semangat membuat gerah, mudah banget hanya keluar sebentar, tapi keringat sudah membanjiri tubuhku, karenanya aku malas mandi dan bersih2 sebelum makan malam. Karena pulang makan malam, pasti keringatku akan membanjiri pakaianku. Bau semerbak kecut tercium dari ujung rambutku begitu masuk kamar tadi. Uffh… kota ini indah.. sayangnya gerah. Gak beda jauh dengan kota asliku, lumpia.
Entah kenapa banyak kota berbau makanan yang membuat gerah… karenanya, mandi setelah meredakan keringat selepas makan malam kuanggap sebagai pilihan bijak.. meski aku sedikit ragu nanti malam tidur ditemani oleh batuk yang mendera.
Keluar dari kamar mandi, bayangan sepi memenuhi benakku. Aku duduk di tepian ranjang kamar, memandang sedu ketiga buah ponselku. Ketiga2nya tiarap, tidak ada satupun bunyi2an yang keluar dari barang elektronik itu. Pun hp bb ku yang sudah lengkap dengan bbm, ym, facebook, forum, whatsaap. Aku meradang, mengembara ke perjalanan jauh beberapa tahun yang lalu. Dulu… waktu masih lulus kuliah, belum punya kerjaan mapan seperti sekarang, hanya punya hp jadul, itupun isinya hanya kartu m3. Tapi waktu itu ada kamu… yang tak lepas sedikitpun dari sapaan, curhatan, obrolan, meski hanya lewat sms, dan telpon di malam hari menjelang tidur. Meninabobokanku dengan suaramu yang membuatku nyaman. GOD… I’d love him soo….
Sakit menyelusuri relung hatiku. Meski aku mati2an mencintaimu, tapi kau tak pernah melihat ke arahku. Aku wanita yang tak berharga yang tidak diinginkan, hanya itu yang berdengung dalam benakku saat kau meninggalkanku demi wanita sialan itu. Aku terisak, tapi tercekat di tenggorokan. Aku wanita tangguh, tak akan kubiarkan kau menjadi majikan atas hatiku, aku pasti bisa melupakanmu dan mengalahkan rasa cintaku padamu.
Moodku melorot, apalagi jika teringat pada sosokmu. Hingga aku tak pedulikan balutan handuk yang memeluk tubuhku. Aku enggan melepasnya dan menggantinya dengan pakaian yang pantas. Toh aku sendirian di kamar malam ini. Dan malam2 sebelumnya, getirku. Dengan sayu, kuletakkan kepalaku ke bantal di ranjangku, inginku menangis, meratapi nasib sialan yang menyiksaku, memenjaraku dalam kehausan akan sentuhan lelaki brengsek. Meski aku tak pernah bisa menikmatinya. Aku hanya melakukannya untuk balas dendam, pada lelaki yang tidak pernah melihatku,.
Perlahan, aku hendak menutup mata dan tertidur, ketika terdengar suara ceklek ceklek, seperti suara orang yang berusaha membuka pintu kamarku. Aku memicingkan mataku, memasang telingaku lebar lebar, dadaku mulai berdegub kencang. Pikiranku mulai mencercau, jangan2 maling… haish, pikiran gila. Hotel ini dilengkapi dengan para security yang berjaga di depan, dan kamarku dekat dengan resto yang selalu saja ada room boy yang berlalu lalang. Tapi siapa? Aku penasaran, aku berniat mengintip lewat lubang intip di pintu pada saat tanpa aku duga, pintu kamarku terbuka lebar dan terlihat sosok asing yang mengejutkanku. Belum hilang keterkejutanku, sosok itu mulai melangkah masuk, dengan gontai, reflek aku memundurkan langkahku menjauhinya beberapa langkah. Dadaku berdegub kencang, kepanikan mulai melanda benakku, sosok di depanku, sesosok lelaki tinggi, putih, tegap, berkacamata dan Chinese. Bak seorang malaikat jantan yang ada dalam setiap imajinasiku tentang maskulinitas dan desahan setiap malamku. Tapi siapa dia? Tatapannya sayu, dia memicingkan mata, mendekatiku dan memegang daguku dengan tangan kanannya,
“hmm…. Kali ini Pardjo bertindak benar, mencari dengan matanya. Cewek yang dia siapkan untukku, benar2 menggairahkan… “ sembari matanya menilaiku mulai dari ujung wajah sampai ujung kakiku, menilai lama di be;ahan dadaku yang agak merosot karena belum sempat kukancingkan. Lelaki cina itu berbalik, mengunci pintu dengan gontai dan kembali mendekatiku.
Beberapa kesadaranku mulai kembali menjalari badanku, aku semakin melangkah mundur kebelakang.
“apa yang kamu lakukan di kamarku? Tolong keluar segera!!” kataku sedikit menekankan dengan sedikit keras. Meski sempat terlintas di benakku ingin merasakan dekapan cowok cina di depanku. Pikiran gila.. karena aku belum pernah bertemu dengannya. Apalagi mengenalnya..
Cowok itu memicingkan matanya, matanya yang sipit semakin menyipit dan entah kenapa itu membangkitkan gairahku. Tatapannya tajam,. Sayu dan menggelora, ada kehausan di mata itu. Dia berjalan semakin mendekatiku, seolah2 dia tidak mendengarku berkata keras barusan. Aku terdesak, tak ada ruangan lagi di belakangku, aku sudah menempel di tembok kamarku, tak ada lagi jalan keluar. Dia melepas kacamatanya, meletakkannya sembarangan di meja di sebelahnya. Kemudian dia menelungkupkan kedua tangannya ke tembok di belakangku, sehingga aku berada di tengah2 kedua tangannya, begitu dekat dengan dadanya, bibirnya, wajahnya, dan kehangatan tubuhnya yang memancar, seolah2 bagai listrik yang ingin mengikatku. Mengikatku mendekat ke badannya, dan melahapku mentah2.
Dadaku naik turun karena sensasi birahi dan deguban jantungku yang semakin kencang, panic, kaget, semua bercampur menjadi satu. Hidungnya mendekat ke wajahku, mencium aroma sampo yang kupakai waktu di kamar mandi tadi, dia mencium rambutku, mengendus lembut aroma sampo yang manis, membelai mukaku dengan hembusan nafasnya yang berat, aku tahu benar itu hembusan nafas yang menahan hasrat. Samar2 tercium bau alcohol dari mulutnya. Pantas dia gontai sewaktu masuk ke kamar tadi. Otakku beku, tak sempat berfikir, bagaimana dia bisa masuk, tak mampu mempersoalkan bagaimana dia bisa muncul di kamarku dalam keadaan aku setengah telanjang.
Hembusan nafasnya seakan mengajakku untuk mencumbu mulutnya, betapa jablaynya aku, begitu mudah tergoda dengan lelaki asing yang entah bagaimana bisa muncul di kamarku. Dan begitu jantannya lelaki yang menghimpit dadaku dengan dadanya sekarang. Dia mulai memiringkan kepalanya, mencoba menyapa mulutku dengan mulutnya, aku refleks memalingkan mukaku, kea rah yang berlawanan, menjauhi mulutnya. Meski ingin rasanya mencumbu mulut seksi itu.
Namun mulutnya mengikuti arah mulutku, menguncinya dengan pipinya dan memaksa bibirku untuk menerima sapuan mulutnya. Tangan kirinya memegang leher belakangku, meremas2 rambut belakang kepalaku, sementara mulutnya mulai mencari tantangan untuk mengalahkan. Tangan kanannya memeluk pinggangku dan menekan untuk menempal ke badannya. Sekedar berbasa basi, aku menahan dadanya dengan kedua tanganku. Namun erangan dan desakan bibirnya yang melumat bibirku, seakan akan tidak keberatan dengan dorongan tanganku, atau tanganku yang tak bertenaga? Namun pegangan tangan kanannya di pinggangku terasa sangat kokoh dan kuat. Aku merindukan tangan kokoh seperti itu. Tangan yang siap menahanku dan tak membiarkanku kabur barang semenit.
Bibirnya memanjakan bibirku, lidahnya bertaut dengan lidahku, bergantian, saling mengait, saling beradu, terkadang, dia menggigit lembut bibir atas, bergantian bibir bawah, dan bergantian aku yang menggigit bibir atasnya, kemudian bibir bawahnya, memagut lidahnya, mencumbu mulutnya, beradu ludah, mengenal dengan kedekatan fisik. Tanganku tak lagi menahan badannya, malahan aku mulai menjalari punggungnya dan memeluk lehernya, semakin tak ingin melepaskan ciuman cowok asing itu. Ciumannya begitu lembut, begitu manis, begitu menggairahkan.
Tangan kirinya menelusuri leherku, meraba lembut dadaku, menyusuri balutan handukku dan menemukan ujung handukku. Menriknya dan dalam sekali tarikan, handuk meluncur dari badanku turun ke lantai. Aku telanjang. Seharusnya aku malu, aku telanjang di depan lelaki yang tidak kukenal, tapi badanku tidak mematuhi otakku. Aku menggelinjang karena gairah, tangan kirinya lekas menangkup payudara kiriku ke dalam tangannya, membelainya lembut, memainkan putingnya, membuatku gelinjatan tidak karuan. Aku paling sensitive jika dimainin putingku. Birahi memenuhi ubun2ku. Nampaknya tangannya terlatih untuk membelai wanita, tubuhku mendamba rabaannya.
Mulutnya melepas ciuman kami, menelusuri leherku dengan lidahnya, kedua tangannya mulai memainkan bongkahan pantatku, kedua tangannya menopang pantatku dan mulutnya mencumbu kedua payudaraku bergantian, menjilat lembahnya, mencium putingnya, menggigit2 mesra, mengemut dan mengenyot2nya berasa dia nenen,,, emmhh…. Itu semakin menyulut birahiku. Aku menggelinjang menahan birahi yang meluap2…
Kemudian mulutnya turun mencumbu perut dan menjilati setiap inci bagian dari perutku sembari tangannya membelai lembut ujung kaki sampai pantatku. Ciumannya turun ke bawah perut, ke ujung klitorisku, mendesak masuk dengan ujung lidahku, tanpa jijik lelaki itu menyesap2 ujung vaginaku, membuatku semakin mendesah2 dan mencambak2 rambutnya sembari menahan sensasi birahi yang merangsang seluruh indera fisikku.
Kaki kananku diangkatnya setengah, diletakkannya di pundaknya, hal ini memudahkan lidahnya menjelajahi vaginaku, menusuk2 ke dalam lubangku yang telah membengkak karena foreplaynya yang dahsyat. Dengan lihai dia memainkan birahiku, membuatku mendesah2 kea orang gila, dan untuk sesaat aku kejang, didera perasaan yang luar biasa ngilu tapi mengenakkan, mencandu, aku klimaks.. menyemburkan lendir ke mulutnya, berkedut2 menahan ngilu karena big O… tubuhku melemas, lututku lemas tidak mampu menahan beban tubuhku, dengan sigap lelaki itu menopang tubuhku dan entah bagaimana caranya, aku terlentang di ranjangku, merasakan sisa sisa kelenjangan karena kenikmatan mengeluarkan lendir big O. dan saat aku tengah mengatur nafasku, sapuan kulit yang hangat dan halus, memenuhi sekujur tubuhku, rupanya saat aku mengatur nafas tadi, lelaki itu telah melepas semua bajunya, menanggalkan pakaian yang melekat di tubuhnya. Sempat kulirik bongkahan penisnya yang bergantung jantan di antara kedua pahanya. Melihatnya ngaceng, keras, membuat dadaku berdegub kencang, menahan birahi yang mulai naik kembali, apalagi lelaki itu, mulai merapatkan tubuhnya ke atas tubuhku, membelah kakiku, sehingga aku mengkangkang, bibirnya menjilati ujung vaginaku, naik ke atas perut, berputar2 di kedua lembahku, mencupang leherku, menjilati telingaku, dan berujung di bibirku. Lelaki itu mencumbu bibirku kembali, kegiatan seks yang paling aku candu, FK…
Sembari vaginaku berdenyut karena ada benda asing hangat yang mulai memenuhi vaginaku. Lelaki itu mulai melakukan penetrasi pada vaginaku, kutaham sedikit perih karena perlakuan itu, dan desahanku semakin memenuhi gema di dalam ruang mulut kami yang saling bertaut, tanganku memeluk punggungku, hampir meremas punggungnya saat penetrasi. Punggungku menegang, menegak menahan desakan dari penis lelaki itu yang tak lama kemudian mulai dia mainkan maju mundur, keluar masuk, dan mulutku semakin kacau mencercau, mendesah liar karena bibirnya melepas ciuman kami, menegakkan ounggungnya mendesak mentok di ujung vaginaku.
Selang berapa lama, tubuhku mulai menegang kembali, aku semakin kuat mencengkeram punggungnya, dan dia semakin kencang memacu penisnya dan menyodokkannya mentok dan keras bersaamaan dengan klimaksku yang kedua..
“arrrgghhhh……. “ desahan kami berdua saat klimaks itu datang
Badannya melemas, menghimpit badanku. Aku tak peduli, karena aku merasakan kenikmatan yang tiada terkira. Belum pernah aku merasa klimaks seperti sekarang. Jantan sekali lelaki di atas tubuhku ini… keringat kami beradu, kamar ber-ac pun tak bermanfaat banyak untuk menahan keringat kami
Dan mataku pun terpejam.
—
Aku mengernyitkan mataku, saat sinar matahari pagi mulai menyusup ke dalam kamarku, aku mulai mengumpulkan ingatanku semalam. Masih terasa nyeri di bagian alat kelaminku, jadi semalam pasti bukan mimpi. Kuedarkan pandanganku keseluruh ruangan, tak ada makhluk hidup selain aku. Lelaki itu telah pergi. Entah kenapa aku berasa seperti kehilangan, padahal tahu namanya pun tidak.
Aku bangun dan tertegun sejenak di tepi ranjang, masih mencoba mengumpulkan kesadaranku.
Kulirik meja rias di depan kaca, ada beberapa lembar uang merah dan sebuah kartu nama. Mc. Lee. Di belakang kartu nama ada serangkain no hp dan sebuah tulisan “terima kasih untuk malam yang luar biasa…”
Aku hanya bisa tersenyum… meresapi kenangan semalam…